Tag Archives: tauhid

FITNAH KEPADA WAHABI DAN BANTAHANNYA

FITNAH KEPADA WAHABI DAN BANTAHANNYA

Berikut ini diantara fitnah-fitnah yang di tuduhkan kepada Wahabi dan bantahannya.

• SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB MENOLAK BEBERAPA HADITS

Para pembenci wahabi menuduh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab diakhir hayatnya menyimpang dari jalan yang benar dengan menolak beberapa hadits yang tidak cocok dengan akalnya.

Jawaban :

Syaikh Abdul Aziz bin Baz telah menyanggah tuduhan ini dengan perkataan, Ini termasuk tuduhan dusta karena beliau diwafatkan sedangkan beliau termasuk da’i besar yang menyeru kepada aqidah salaf dan manhaj yang shahih, maka tuduhan ini sangatlah dusta karena beliau sangat menghormati sunnah, menerima dan mendakwahkannya hingga akhir hayatnya.

• WAHABI MENGINGKARI SYAFA’AT RASULULLAH

Para pembenci wahabi menuduh bahwa Wahhabiyun mengingkari syafa’at Rasulullah.

Jawaban :

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan, Tidak asing lagi bagi orang yang berakal dan mempelajari sirah perjalanan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya yang harum namanya, bahwa mereka semuanya berlepas diri dari tuduhan ini. Lihatlah imam Muhammad bin Abdil Wahhab telah menetapkan syafa’at Rasul bagi umatnya dalam berbagai karya-karya beliau, seperti Kitab Tauhid dan Kasyfus Subhat, maka dari sini jelaslah bagi kita bahwa tuduhan ini bathil dan dusta. Sebenarnya yang diingkari oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah meminta syafa’at kepada orang-orang yang sudah mati.

• WAHABI MAKSUM

Para pembenci wahabi menuduh bahwa Wahhabiyun menganggap diri mereka maksum, sehingga hanya merekalah yang benar dan tidak menerima kesalahan. Adapun selain mereka dianggap penuh kesalahan dan tidak pernah benar.

Jawaban :

Sungguh ini adalah tuduhan dusta. Inilah kitab-kitab ulama dan dialog mereka bersama bersama musuh-musuh mereka. Tidak dijumpai seperti yang dituduhkan mereka. Bahkan mereka para Ulama menerangkan Al Haq dan membantah Al Bathil dengan hujjah yang kuat dan penuh hikmah. Dan mereka para ulama tidak menganggap diri mereka terjaga dari dosa ataupun menolak kebenaran yang datang dari kesalahan mereka.

Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam salah satu suratnya berkata, Dan aku berharap agar aku tidak menolak kebenaran yang datang kepadaku. Aku bersaksi kepada Allah, para Malaikat-Nya bahwa apabila datang kepadaku kebenaran, aku akan menerimanya dan aku akan lemparkan semua perkata’an imamku yang menyelisihi kebenaran, selain Rasulullah, karena ia tidak mengatakan sesuatu kecuali al haq.

• WAHABI TIDAK MENCINTAI RASULULLAH

Para pembenci wahabi mengatakan bahwa Wahhabiyun tidak mencintai Rasulullah.

Jawaban :

Ketahuilah bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mempunyai kitab yang berjudul Mukhtashar Sirah Ar Rasul yang berisi tentang perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini menunjukkan kecinta’an beliau terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Maka tuduhan ini merupakan kedustaan dan kebohongan yang akan dimintai pertanggung jawabannya di sisi Allah.

Apakah cinta kepada Rasulullah itu harus dengan mengadakan maulid Nabi, shalawatan bid’ah, atau selainnya yang tidak pernah diajarkan Rasulullah ?

Ataukah dengan mengagungkan sunnahnya, menghidupkannya, dan membelanya, serta memberantas lawannya (yaitu bid’ah) sampai keakar-akarnya.

Bukankah Allah ta’ala berfirman :
”Katakanlah, Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (Ali Imran : 31).

Al Hafidz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya juz 2 hal 37, Ayat ini merupakan hakim bagi setiap prang yang mengakui mencintai Allah padahal tidak mengikuti manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah. Dia dianggap dusta dalam pengakuannya hingga dia mengikuti syari’at Rasulullah dalam segala hal, baik dalam perkataan, perbuatan maupun keadaan.

• WAHABI ADALAH MADZHAB KE LIMA

Mereka ahli bid’ah mengatakan bahwa dakwah Wahhabiyah merupakan madzhab kelima setelah empat madzhab lainnya (Hambali, Maliki, Syafi’i dan Hanafy).

Jawaban :

Ini merupakan kejahilan mereka, sebab telah merupakan perkara yang masyhur dan memang nyata bahwa dakwah ini bukanlah dakwah baru. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam hal aqidah mengikuti madzhab Salaf. Adapun dalam masalah furu’ mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hambal. Maka bagaimanakah mereka menyatakan bahwa Wahhabiyah merupakan dakwah baru serta dianggapnya sebagai jama’ah sesat dan rusak ? Semoga Allah menghancurkan kejahilan, hawa nafsu dan taqlid.

Syaikh Muhammad Jamil Zainu juga pernah bercerita, Aku pernah bertemu seseorang di Suriah yang mengatakan tentang Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab bahwa beliau adalah pendiri madzhab kelima dari empat madzhab. Maka akupun berkata kepadanya bahwa bagaimana anda mengatakan demikian padahal bukankah sudah mashur kalau madzhab beliau adalah Hambali ? Sungguh ini adalah kedusta’an dan tuduhan tanpa bukti.

• AQIDAH WAHABI ADALAH TAJSIM ?

Para pembenci wahabi mengatakan Akidah Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi.

Jawaban :

Ini adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asma’ wa shifat sangat jelas mengimani nama dan sifat Alloh yang telah disebutkan al-Qur’an dan hadits yang shohih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil (pengingkaran), takyif (menanyakan hal/kaifiat), maupun tamtsil (penyerupa’an).

(Lihat Syarh Aqidah Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hlm. 22-24, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menegaskan dalam aqidah beliau tersebut, “Saya tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat Makhluk-Nya karena tidak ada yang serupa denganNya”).

Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” [Q.S asy-Syuro: 11].

Inilah aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah berkata :

نُشْبِتُ هَذِهِ الصِّفَاتِ الَّتِي جَاءَ بِهَا الْقُرْآنُ، وَوَرَدَتْ بِهَا السُّنَّةُ، وَنَنْفِي التَّشْبِيْهَ عَنْهُ كَمَا نَفَى عَنْ نَفْسِهِ، فَقَالَ : لَيْسَ كَمِشْلِهِ شَيْئٌ

“Kita menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Alloh meniadakan penyerupaun tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.’ [Q.S Asy-Syuro : 11].

(Thobaqot Hanabilah Kar. Al-Qodhi Ibnu Abi Ya’la : 1/283-284, Siyar A’lam Nubala’ Kar. Adz-Dzahabi: 3/3293, Manaqib Aimmah Arba’ah kar. Ibnu Abdil Hadi hlm. 121, I’tiqad Imam Syafi’i kar. Al-Hakkari hlm 21).

Tidak merasa aneh dengan tuduhan tersebut, karena demikianlah perilaku ahli ahwa’ semenjak dulu.

Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata : “Seluruh Ahlus Sunnah telah sepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengartikannya secara zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak rnenggambarkan bagaimananya / bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak mengartikannya secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang yang menetapkannya termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh dengan makhluk).” (Mukhtashar Al-‘Uluw hal. 278-279).

Al Imam Abu Hatim ar-Rozi mengataka : “Tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda Jahmiyyah adalah menggelari Ahli Sunnah dengan Musyabbihah.” (Syarah Ushul I’tiqad Ahli Sunnal Wal Jama’ah kar. Al-Lalikai 1/204, Dzammul Kalam kar. Al-Harowi: 4/390).

Ishaq bin Rohawaih mengatakan : “Tanda Jahm dan pengikutnya adalah menuduh Ahli Sunnah dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah padahal merekalah sebenarnya Mu’aththilah (menidakan/mengingkari sifat bagi Alloh).” (Syarah ushul I’tiqad kar. Al-Lalikai: 937, Syarah Aqidah Ath-Thahawiyah kar. Ibnu Abi Izzi Al-Hanafi: 1/85).

• PEMBAGIAN TAUHID BID’AH ?

Para pembenci wahabi mengatakan : Pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah. Pernyata’an yang seperti ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in maupun ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, bahkan tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang terkenal seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir.

Jawaban :

Pembagian para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga : Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian yang seksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi.

Pembagian ini bukanlah perkara baru (bid’ah), Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad menulis sebuah kitab berjudul Al-Qaulus Sadid fir Roddi ‘ala Man Ankaro Taqsima Tauhid (Bantahan Bagus Terhadap Para Pengingkar Pembagian Tauhid) Dalam kitab tersebut, beliau menyebutkan dalil-dalil dan ucapan-ucapan ulama salaf yang menegaskan adanya pembagian tauhid ini dan membantah sebagian kalangan yang mengatakan bahwa pembagian tauhid ini termasuk perkara bid’ah.

Pembagian tauhid menjadi tiga berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan para ulama ahli bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga : isim, fill, dan huruf. (Lihat At-Tahdzir min Mukhtashorot Ash-Shobuni fi Tafsir. Hlm 331 –Ar-Rudud- oleh Syaikh Bakr Abu Zaid dan Adhwaul Bayan kar. Imam Asy-Syinqithi : 3/488-493).

Banyak sekali ayat-ayat yang menggabung tiga macam tauhid ini bagi orang yang mau mencermatinya, seperti firman Alloh :

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” [Maryam/19: 65]

Firman-Nya : “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyyah. “Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya” menunjukkan tauhid asma’ wa shifat. (Al-Mawahib ar-Rabbaniyyah min al-Ayat al-Qur’aniyyah kar. Syaikh Abdurrohman as-Sa’di him. 60).

Jika kita jeli, surah pertama dalam al-Qur’an (al-Fatihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis tauhid ini. (Min Kunuz al-Qur’an al-Karim kar. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad: 1/149).

Syaikh Hammad al-Anshori berkata, “Alloh membuka kitab-Nya dengan Surah al-Fatihah yang berisi tentang pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah an-Nas yang berisi tentang pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah wahai sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib bagi kalian mati di atas tauhid.” (AI-Majmu’ fi Tarjamah Muhaddits Hammad al-Anshari: 2/531).

Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian tauhid ini.

Dalam kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani Dalail Aqsami Tauhid, Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w. 321 H), Ibnu Hibban (354 H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H), ath-Thurtusi (520 H), al-Qurthubi (671 H).

Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah ?.

• CELA’AN SULAIMAN BIN ABDUL WAHHAB KEPADA SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB

Para pembenci wahabi mengatakan : Karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama Sulaiman ibnu Abdil Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu dirasa penting untuk di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam dan akidah umat secara umum.

Jawaban :

Benar, tidak dipungkiri bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, kakak Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang dakwah beliau.

Perlu di ingat, bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang menentang dakwah tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq.

Tidakkah kita ingat bahwa para nabi, para sahabat, para ahli tauhid, dan sebagainya, ada saja sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak, saudara, atau lainnya yang memusuhi dakwah mereka ?! Kisah Nabi Nuh Alaihissallam dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim Alaihissallam dan ayahnya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pamannya merupakan kisah yang populer di kalangan masyarakat. Apakah semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid,

Mayoritas ulama mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan Ibnu Ghonnam (Tarikh Nejed : 1/143), Ibnu Bisyr (Unwan Majd hlm. 65), Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad as-Syuwa’ir (Dalam makalahnya “Sulaiman bin Abdul Wahhab Syaikh Muftaro ‘Alaihi” dimuat dalam Majalah Buhuts Islamiyyah, edisi 60/Tahun 1421 H), dan sebagainya.

Apakah hal ini diketahui oleh musuh-musuh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ?!

Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka ?!

Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi : “Termasuk orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208 H) yang menjadi qadhi di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia menulis beberapa tulisan berisi bantahan kepada saudaranya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi dengan kebohongan. Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia menyelisihi saudaranya hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi pada akhirnya Alloh memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan dimuliakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat gembira dengan buku ini, namun mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Sulaiman.” (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum hlm. 48-50).

• MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB GEMAR MEMBACA KITAB NABI PALSU ?

Para pembenci wahabi mengatakan : Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga gemar membaca berita dan kisah-kisah para pengaku nabi seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al’Unsi dan Thulaihah al-Asadi.

Jawaban :

Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata membantah tuduhan ini : “Ini juga termasuk kebohongan dan kedusta’an. Yang benar, beliau gemar membaca kitab-kitab tafsir dan hadits sebagaimana beliau katakan sendiri dalam sebagian jawabannya, ‘Dalam memahami Kitabulloh, kita dibantu dengan membaca kitab-kitab tafsir populer yang banyak beredar, yang paling bagus menurut kami adalah tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thobari dan ringkasannya karya Ibnu Katsir asy-Syafi’i, demikian pula al-Baidhowi, al-Baghowi, Al-Khozin, al-Jalalain, dan sebagainya. Adapun tentang hadits, kita dibantu dengan membaca syarah-syarah hadits seperti syarah al-Qostholani dan al-Asqolani terhadap Shohih al-Bukhori, an-Nawawi terhadap (Shohih) Muslim, al-Munawi terhadap al-jami’ ash-Shoghir, dan kitab-kitab hadits lainnya, khususnya kutub sittah (enam kitab induk hadits) beserta syarahnya, kita juga gemar menela’ah seluruh kitab dalam berbagai bidang, ushul dan kaidah, siroh, shorof, nahwu, dan semua ilmu umat’.” (Al-Asinnah Al-Haddad hlm. 12-13).

• PEMBUNUHAN DAN PENGKAFIRAN

Para pembenci wahabi mengatakan : Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab gemar melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap kaum muslimin, termasuk ulama.

Jawaban :

Alangkah murahnya para pembenci wahabi mengobral kebohongan dan melempar tuduhan !! Tidakkah mereka sedikit takut akan adzab dan mengingat akibat para pendusta yang akan memikul dosa ?! Tidakkah mereka menyadari bahwa dusta adalah ciri utama orang-orang yang hina ?!!

Tuduhan yang satu ini begitu laris-manis tersebar semenjak dahulu hingga kini, padahal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri telah menepis tuduhan ini dalam banyak kesempatan. Terlalu panjang kalau di nukilkan seluruhnya.

(Lihat Majmu’ah Muallafat Syaikh: 5/25, 48, 100, 189 dan 3/11. Lihat buku khusus masalah ini berjudul Manhaj Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab fi Takfir – kata pengantar Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql).

Berikut ini sebagian bantahan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri terhadap fitnah tersebut :

1. Dalam suratnya kepada penduduk Qoshim, beliau memberikan isyarat terhadap tuduhan musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim), dan berlepas diri dari tuduhan keji yang dilontarkan kepada beliau. Beliau berkata, “Alloh mengetahui bahwa orang tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan, bahkan tidak pernah terbetik dalam benakku, di antaranya dia mengatakan bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak 600 tahun silam tidak dalam keislaman, aku mengkafirkan orang yang bertawassul kepada orang-orang sholih, aku mengkafirkan al-Bushiri, aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Alloh….’ Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Maha Suci Engkau ya Robb kami, sesungguhnya ini kedusta’an yang amat besar’”. (Majmu’ah Muallafat Syaikh : 5/11, 12).

2. Demikian juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi salah seorang ulama Irak mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid. Beliau berkata, “Mereka mengerahkan bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakalpun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa hal ini diterima oleh seorang yang berakal sehat ? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu ?!”. (Majmu’ah Muallafat Syaikh. 5/36).

3. Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula kedua orang tuanya mati dalam keada’an syirik kepada Alloh … semua ini hanyalah khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya Alloh, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan memurnikan tauhid hanya kepada Alloh saja dengan ibadah dan meninggalkan seluruh jenis kesyirikan”. (Al-Hadiyyah As-Saniyyah hlm. 40).

4. Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata, “Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam para sahabat Radhiyallahu anhum, dan para imam pendahulu. Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan Rosul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh umat. Beliau mencintai seluruh ahli Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan hadits shohih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin, merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf umat ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.” (Al-Asinnah Al-Haddad fi ar-Raddi ‘ala Alwi Al-Haddad hlm. 56-57 secara ringkas).

• BEKERJA SAMA DENGAN INGGRIS MERONGRONG KEKHALIFAHAN TURKI

Para pembenci wahabi mengatakan : Wahabi bekerja sama dengan inggris merongrong kekholifahan Turki Utsmani.

Jawaban :

Demikianlah, mereka para pembenci wahabi tidak memiliki modal dalam dialog ilmiah kecuali hanya tuduhan dan kedusta’an semata. Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tatkala mengatakan ; “Semua bentuk kesyirikan dan beragam corak kebid’ahan dibangun di atas kebohongan dan tuduhan dusta. Oleh karenanya, setiap orang yang semakin jauh dari tauhid dan sunnah, maka dia akan lebih dekat kepada kesyirikan, kebid’ahan, dan kedusta’an.” (Iqtidho Siroth Mustaqim : 2/281).

Alangkah benarnya ucapan al-Hafizh Ibnul Qoyyim rahimahullah.

لاَتَخْشَ مِنْ كَيْدِ الْعَدُ وِّ وَمَكْرِهِمْ

فَقِتَالُهُمْ بِالزُّوْرِ وَالْبُهْتَان

Janganlah engkau takut akan tipu daya musuh. Karena senjata mereka hanyalah kedusta’an. (Al-Kafiyah Asy-Syafiyah no. 198).

Beberapa sosok setan berwujud manusia dari orang-orang Eropa berpikir tentang akibat yang akan menimpa mereka jika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung pemerintahan Su’ud (Saud) pertama memperluas pengaruhnya. Mereka melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di kawasan timur secara umum.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Merekapun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyyah ini.

Diantaranya adalah :

1. Penebaran opini publik di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang paham quburiyyun, khurofiyyun, bid’ah, dan syirik telah mendarah daging di dalarn hati mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan Prancis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari ulama su’ (jahat) yang memfatwakan bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah rusak.

(Lihat ad-Daulah al-Utsmaniyyah kar. Dr Jamal Abdul Hadi hlm. 94 sebagaimana dalam ad-Daulah al-Utsmaniyyah Awamilin wa Asbabis Suquth kar. Dr. Ali Muhammad Ash-Sholabi (terj. Bangkit dan Runtuhnya Daulah Khalifah Utsmaniyyah).

2. Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesul-tanan Utsmaniyyah. Orang-orang Inggris dan Prancis menebarkan racun ke dalam pikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespons dan herupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasihat dari kaum kuffar ini, lalu meneliti dan melakukan investigasi terhadap berita ini. (Ibid. hlm. 95).

Sesungguhnya Inggris dan Prancis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu (Keluarga) Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1860 M, sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasa’annya. (Ibid. hlm. 158).

Sesungguhnya asas-asas Islam yang murni menjadi fondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama didirikannya negara ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di kawasan itu. (Ibid. hlm. 156).

Sungguh sangat “jauh panggang dari api” apabila dikatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris, padahal dengan menyebarnya dakwah yang diberkahi ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza GhuIam Ahmad al-Qodiyani (pendiri gerakan Ahmadiyah) yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial Inggris sa’at itu di negeri mereka.

(Lihat Al-A’lam Al-Arobi fi tarikh hadits dan Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruhu fi Alam Islami karya Dr. Shalih Al-‘Abud).

Di Indonesia, tercatat ada Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk, dan selainnya yang memerangi bid’ah, khurofat, dan maksiat kaum adat sehingga meletuslah Perang Padri, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda. (Lihat Pusaka Indonesia Riwayat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air oleh Tamar Djaja cet. VI, 1965, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, hlm. 339 dst).

Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika, dan belahan negeri lainnya, yang mereka semua adalah para pejuang Islam yang membenci kolonialisme kaum kuffar Eropa.” (Majalah Adz-Dzakhiirah Edisi 17, Dzulqa’dah 1426 H).

• CIRI KHAS WAHABI CUKUR PLONTOS ?

Para pembenci wahabi membawa hadits-hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan ciri-ciri mereka adalah cukur plontos.

Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya.

Jawaban :

Tuduhan ini sangat mentah, tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya, “Sesungguhnya ini adalah kedusta’an dan kebohongan tentang kami. Seorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini, sebab kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama yang ma’lum bi dhoruroh (diketahui oleh semua). Jenis-jenis kekufuran baik berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kami pun tidak berpendapat bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam bila ditinggalkan.” (Ad-Durar As-Saniyyah : 10/275-276 cet. kelima).

• NEJED TEMPAT KELUARNYA TANDUK SETAN

Para pembenci wahabi membawakan hadits bahwa sumber fitnah berasal dari Nejed, dan dari Nejed muncul dua tanduk setan, mereka menukil ucapan Sayyid Alwi al-Haddad bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah al-Kadzdzab dan Muhammad bin Abdul Wahhab.

Jawaban :

Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh para pembenci wahabi bukanlah suatu hal yang baru, melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini. Semuanya berkoar bahwa maksud “Nejed” dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab !!

Kebohongan ini sangat jelas sekali bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi :

1. Hadits Itu Saling Menafsirkan

Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi bagi dia penafsiran yang benar tentang makna Nejed dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan al-Imam ath-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir: 12/384 no. 13422. Berikut ini lafadznya :

اللَّهُمَ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنا، اللَّهُمَ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا، فَقَالَهَا مِرَارًا، فَلَمَّا كَانَ فِيْ الشَالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ، قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا؟ قَالَ : إِنَّ بِهَا الزَّلاَزِلَ وَالْفِتَنَ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Ya Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, ya Alloh berkahilah kami dalam Yaman kami.” Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Dalam Irak kami?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”

Syaikh Hakim Muhammad Asyrof menulis buku khusus mengenai hadits ini berjudul Akmal al-Bayan fl Syarhi Hadits Najd Qornu Syaithon. Dalam kitab ini beliau mengumpulkan riwayat¬riwayat hadits ini dan menyebutkan ucapan para ulama ahli hadits, ahli Bahasa, dan ahli geografi, yang pada akhirnya beliau membuat kesimpulan bahwa maksud Nejed dalam hadits ini adalah Irak.

Berikut nukilan sebagian ucapannya : “Maksud dari hadits-hadits di muka bahwa negeri-negeri yang terletak di timur kota Madinah Munawwaroh* ; adalah sumber fitnah dan kerusakan, markas kekufuran dan penyelewengan, pusat kebid’ahan dan kesesatan. Lihatlah di peta Arab dengan cermat, niscaya akan jelas bagi Anda bahwa negara yang terletak di timur Madinah adalah Irak saja, tepatnya kota Kufah, Bashrah, dan Baghdad.” (Akmal Bayan hlm 16-17 tahqiq Abdul Qadir As-Sindi, cet. Pertama , Pakistan 1402 H, dari Da’awi al-Munawi’in hlm. 190-191).

Di tempat lainnya beliau mengatakan : “Ucapan para pensyarah hadits, ahli Bahasa, dan pakar geografi dapat dikatakan satu kata bahwa Nejed bukanlah nama suatu kota tertentu, namun setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya maka ia disebut Nejed.” (Akmal Bayan hlm 16-17 tahqiq Abdul Qadir As-Sindi, cet. Pertama, Pakistan 1402 H, dari Da’awi al-Munawi’in hlm. 21).

2. Sejarah Dan Fakta

Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi ٍShallallahu ‘alaihi wa sallam di atas bahwa Irak adalah sumber fitnah. Oleh karenanya para ulama menjadikan hadit ini sebagai salah satu tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam. (Umdatul Qori kar. Al-‘Aini 24/200 dan Silsilah Ash-Shohihah : 5/655).

Baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, seperti keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Perang Jamal, Perang Shiffin, fitnah Karbala, tragedi Tatar. Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti Khowarij yang muncul di kota Haruro’ (kota dekat Kufah), Rofidhoh (hingga sekarang masih kuat), Mu’tazilah, Jahmiyyah, dan Qodariyyah, awal munculnya mereka adalah di Irak sebagaimana dalam hadits pertama Shohih Muslim.

3. Antara Kota Dan Penghuninya

Anggaplah seandainya “Nejed” yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Nejed Hijaz, tetap saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits tersebut hanya mengabarkan terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak memvonis perorangan seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya fitnah di suatu tempat tidaklah mengharuskan tercelanya setiap orang yang bertempat tinggal di tempat tersebut.

Demikianlah keterangan para ulama ahli hadits tentang hadits ini, maka cukuplah mereka sebagai sumber tepercaya !

* Ungkapan yang populer di kalangan ahli sejarah dan ahli hadits adalah Madinah Nabawiyyah. Adapun menyebutnya dengan Munawwaroh, maka belum diketahui kecuali dalam kitab-kitab orang belakangan.” Demikian dikatakan Syaikh Dr. Bakr bin Abdillah Abu Zaid dalam Juz fi Ziyaroh Nisa’ Lil Qubur hlm. 5).

http://almanhaj.or.id/content/3934/slash/0/studi-kritis-atas-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi/

________

APA YANG MENYEBABKAN MEREKA MEMBENCI WAHABI ?

Apa yang menyebabkan kyai aswaja NU begitu membenci salafi dan ketakutan dengan pesatnya perkembangan dakwah salaf ?

Apabila kita mencermati sejarah dakwah para Rasul, niscaya akan dijumpai bahwa kelompok yang paling keras menentang dakwah tauhid para Rasul tersebut adalah mereka yang selalu menamakan dirinya sebagai “PEMBELA AJARAN NENEK MOYANG”.

Begitu pula kita dapati hari ini, yang paling keras menentang dakwah salaf yang mengajak umat Islam untuk memurnikan peribadatan kepada Allah, adalah kelompok yang menamakan dirinya sebagai “pemelihara tradisi nenek moyang.”

Selanjutnya, berkembangnya dakwah salafiyah di tengah masyarakat sama artinya dengan terbongkarnya klaim dusta Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang selama ini mereka gembar-gemborkan. Nyatanya, yang mereka praktekkan bukanlah akidah dan amaliah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagaimana dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, melainkan amalan-amalan Ahli bid’ah wal firqah, entah itu firqah Asy’ariyah, shufiyah, quburiyah, batiniyah, filsafat, hingga kejawen yang saling bercampur aduk.

Terakhir, tentu saja dengan tersebarnya pemahaman salafiyah di tengah masyarakat akan menyebabkan jatuhnya status social kyai tradisionalis yang selama ini menikmati sikap pengultusan luar biasa dari kaum santri maupun masyarakat awamnya, dan ujung-ujungnya turut pula mematikan income sebagian kyai yang juga rangkap profesi sebagai ‘dukun berjubah’.

Sekiranya para kyai aswaja NU mau menanggalkan hawa nafsu dan sikap fanatisme yang membabi buta terhadap tradisi leluhur mereka, niscaya mereka bakal mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dai salafi yang telah meluruskan makna Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang selama ini mereka pahami secara keliru.

Wallahu a’lam..

Dari status Akhi Mykaana

______